Friday, December 02, 2005

Catatan Perjalanan dari Bali

Bali...

Apa yang bisa dikatakan tentang Bali? Banyak orang menyebutnya Pulau Dewata, suatu ungkapan yang menurut saya banyak benarnya hingga sekarang saat saya menulisnya.

Apa yang saya ingat tentang Bali adalah saya pertama kali mengunjunginya sekitar tahun 1984, saat saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Kami berkunjung ke Bali dalam rangka tour sekaligus mengantarkan salah seorang kerabat yang pindah tugas ke sana. Hal yang masih menempel dalam ingatan saya adalah kami sempat mengunjungi Tanah Lot, Kintamani, Pura Besakih, Tampak Siring, Goa Lawa, Pantai Sanur, Pantai Kuta, sambil juga berputar-putar di Gianyar. Sebisa mungkin dalam 3 hari kami berada di sana, kami mengunjungi tempat-tempat yang sudah sering kami baca dan kami dengar.

Kesempatan kembali ke Pulau yang indah tersebut akhirnya terlaksana akhir tahun 2004 yang lalu. Jangka waktu 20 tahun tentulah sudah banyak perubahan di Bali. Menyusul Gobind dan Dessy yang telah lebih dulu berangkat beberapa hari sebelumnya, saya akhirnya menjejakkan kaki di sana 3 hari sebelum pergantian tahun. Sebuah perjalanan dadakan yang tidak pernah direncanakan jauh hari sebelumnya, karenanya saya agak sedikit kesulitan mendapat transportasi untuk pergi ke sana. Bali di akhir tahun sepertinya menjadi tujuan berlibur banyak orang sehingga tiket-tiket pesawat menjadi fully booked dan hotel-hotel pun penuh.

Karena keinginan yang kuat dan banyaknya teman-teman di Bali yang siap membantu jika saya datang akhirnya sayapun memantapkan diri untuk berangkat. Perjalanan saya tempuh dalam waktu hampir 24 jam, karena saya tidak bisa mendapatkan penerbangan langsung ke Bali. Perjalanan pertama saya dimulai dengan pesawat dari Cengkareng menuju Bandara Juanda Surabaya. Perjalanan kemudian disambung dengan kereta dari Stasiun Pasar Turi menuju Banyuwangi. Dari Banyuwangi saya menggunakan Kapal Feri untuk menyeberangi Selat Bali. Kemudian sayapun melanjutkan perjalanan menggunakan Bus dari Gilimanuk hingga Denpasar. Melelahkan... namun mengasyikkan!

Sesampainya di Denpasar, sayapun langsung mengunjungi dua orang teman saya yang sudah tiba lebih dulu beberapa hari di Bali. Tanpa membuang waktu setelah bertemu Dessy, salah satu teman saya, sayapun langsung menuju Kuta mengunjungi rumah Barbara dan Simon, salah seorang sahabat untuk... Mandi!!! Hehehe... saya merasa tidak nyaman dengan kulit lengket setelah menempuh perjalanan panjang tersebut.

Setelah mandi dan rileks sejenak, saya dan Dessy membuat rencana aktivitas selama di Bali. Berbeda dengan teman-teman saya lainnya yang lebih mencari hiburan "dugem" di Kuta dan sekitarnya dalam menghabiskan akhir tahun, kami lebih ingin menikmati Bali dari sisi yang lebih natural. Karenanya kami memutuskan untuk meninggalkan Kuta dan sekitarnya yang selalu ramai dan memilih tempat-tempat indah yang relatif lebih tenang. Kami juga tidak memutuskan memilih satu tempat/penginapan sebagai base kami, kami lebih memilih baru mencari penginapan apabila kemalaman sampai di satu daerah. Dengan modal mobil yang kami sewa dari Yudi, kami mulai perjalanan untuk keliling Bali.

Sambil menunggu Gobind untuk bergabung, kami berdua mampir sejenak ke kantor Iin di daerah Kuta Square sambil mencari makan. Saya baru sadar, sejak pagi sampai di Gilimanuk hingga hampir sore di Kuta, saya belum makan sama sekali. Tak lama kemudian Gobind pun menghubungi kami untuk menemuinya di salah satu food court di Denpasar. Malam itu kami, saya, Gobind, Dessy, dan Barbara makan malam di food court tersebut. Berhubung Barbara tidak bisa menemani kami lebih lama, kamipun akhirnya berpisah. Formasi kami sudah lengkap seperti yang sudah kami rencanakan sejak dari Jakarta. Saya, Gobind, dan Dessy.

Malam ini kami memutuskan menuju Jimbaran dan bermalam di sana. Setelah kesulitan mencari penginapan, kami akhirnya menemukan sebuah penginapan dengan model bungalow tidak jauh dari kompleks Universitas Udayana Denpasar. Penginapan tersebut berada di atas tebing dengan pemandangan ke laut lepas, sungguh indah! Malam itu, kami tertidur dengan nikmatnya di Jimbaran.

Kami bangun pagi sekali dan bersantai-santai di taman pinggiran kolam renang depan kamar kami. Menikmati pagi yang sejuk, indah, dan tenang sambil sarapan pagi. Setelah mandi, kami bersiap untuk check out dan melanjutkan perjalanan. Tujuan perjalanan berikutnya adalah Nusa Dua. Kami akan mengunjungi rumah Yopie dan Yudi. Tidak lama kami berada di sana, kami segera ke daerah Tuban-Kuta untuk mencari makan siang. Selesai makan siang, kami bergerak menuju Pantai Dream Land di daerah Pecatu. Saya menghabiskan siang hingga sore hari di pantai yang indah tersebut untuk belajar dan bermain Surfing. Pengalaman pertama bermain surfing yang sungguh asyik.

Menjelang senja, kami meninggalkan Pantai Dream Land dan menuju rumah Yopie dan Yudi kembali. Malam ini kami akan bermalam di Nusa Dua.

Pagi hari setelah bangun dari tidur yang lelap, tanpa diberi kesempatan untuk mandi, kami diajak Yopie untuk mengunjungi tempat bekerjanya tidak jauh dari tempat kami menginap. Dia ingin menunjukkan sebuah tebing dimana dia sering melakukan Paragliding dengan tamu-tamunya. Tebing ini tersembunyi dan tempatnya agak pribadi. Kami bisa memandang samudera dengan bebas dari ketinggian. Indah sekali!

Tidak lama kami berada di sana, dan kembali ke rumah untuk bersih-bersih. Setelah bersih-bersih, kamipun kembali bergerak menuju Ubud. Ubud terkenal sebagai daerah seni di Bali. Kami sempatkan diri jalan-jalan di Ubud pada siang hari itu. Kami mengunjungi Pasar Ubud untuk mencari beberapa cenderamata. Menjelang sore kami meneruskan perjalanan ke Kintamani. Kami makan siang di waktu Maghrib di puncak tebing Kintamani sambil menikmati keindahan Danau Batur di bawahnya. Beruntung kami membawa Binocular untuk mengamati Danau tersebut ketika matahari terbenam. Danau yang indah karena diapit oleh dua buah gunung -Gunung Batur dan Gunung Agung- yang kokoh.

Selesai makan siang yang kami gabung dengan makan malam kami bergerak turun ke Toyabunka, sebuah desa di pinggir Danau Batur. Malam ini adalah malam terakhir di tahun 2004, kami menghabiskan waktu dengan menikmatinya di sebuah warung kopi setelah sebelumnya meletakkan barang-barang kami di penginapan yang kami sewa. Kami memutuskan untuk tidur lebih cepat malam ini, karena kami mempunyai rencana besar hari esok. Kami tidak melewatkan malam pergantian tahun dengan melakukan keriaan, seperti meniupkan terompet yang suaranya kami dengar dari kejauhan saat kami tidur.

Kami terjaga pada dinihari pukul 3 di hari pertama 2005. Setelah cuci muka sejenak, kami mengambil perlengkapan yang sudah kami siapkan untuk menjalankan rencana kami sebelumnya. Kami akan mendaki Gunung Batur dan berharap dapat menikmati keindahan matahari terbit di puncaknya. Perjalanan menuju puncak akan memakan waktu sekitar 2-3 jam. Jika kami tidak ingin ketinggalan momen matahari terbit, maka kami harus secepatnya berangkat memulai pendakian. Jam 03.30 kami telah tiba di pintu masuk Gunung Batur dan segera melakukan pendakian. Dengan modal 2 senter dan mengira-ngira arah, kami berjalan dan merayapi punggungan Gunung Batur.

Jarum jam belum menunjukkan angka 6 ketika pagi itu kami sampai di puncak Gunung Batur. Baru kami bertiga pagi itu yang sudah ada di puncak. Angin sangat keras, kabut pun masih sangat pekat ketika kami sampai. Saya sempatkan untuk Sholat Subuh di sana. Menakjubkan, dan mengagumkan. Berbagai perasaan membuncah di dada saya saat saya menundukkan diri pada Sang Pencipta di suatu tempat yang tidak pernah saya pikirkan sebelumnya.

Selesai saya Sholat Subuh, kami bertiga melakukan Capacitar untuk menghangatkan badan dan melancarkan peredaran darah di tubuh kami. Saat kami sedang melakukan Capacitar, matahari menyapa kami dengan senyumnya yang malu-malu karena ditutupi kabut yang tebal. Matahari terbit di hari pertama tahun 2005! Alangkah indahnya...! Tidak henti-hentinya saya bersyukur diberi kesempatan menikmati karunia ini.

Tidak lama setelahnya mulailah berdatangan beberapa pendaki lainnya yang kesemuanya adalah turis mancanegara. Ada 6 orang yang sampai dalam rombongan tersebut. Kami semua akhirnya menikmati minuman hangat bersama pagi-pagi di puncak Gunung Batur.

Kenikmatan ini tidak bisa lebih lama lagi kami rasakan karena sejam kemudian kami harus kembali untuk melanjutkan perjalanan kami berikutnya. Perjalanan menuruni Gunung Batur tidaklah sesulit seperti kami mendakinya. Selain hari sudah terang, ternyata sudah ada jalur perjalanan yang bisa kami ikuti. Kami baru menyadari bahwa jalur kami mendaki tadi adalah jalur yang tidak lazim sehingga kami harus merayap-rayap seperti cicak pada punggungan gunung dengan kemiringan 60 derajat! Wow hebat!!! Walaupun kami tidak yakin ingin melakukannya kembali melalui jalur tersebut seandainya ada kesempatan lain.

Menjelang jam 10 kami tiba kembali di penginapan dan melanjutkan kembali tidur kami yang tadi terpotong hehehe... Saat Gobind dan Dessy tertidur, saya menggunakan waktu yang ada untuk mandi dan bermain ke hotel yang ada di sebelah penginapan kami. Saya mendatangi kamar Nike, teman saya yang datang dari Jakarta dan secara tidak sengaja berada di tempat ini secara bersamaan. Sebuah kebetulan yang menyenangkan!

Tidak berlama-lama saya menghabiskan waktu dengan Nike, karena tidak lama kemudian Gobind dan Dessy terbangun. Kami bertigapun bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan menuju Tabanan. Kami akan mengunjungi sebuah desa dimana Gobind pernah cukup lama tinggal dan sudah dianggap sebagai bagian keluarga di sana. Kami sempat mampir kembali di daerah Ubud untuk melakukan makan siang sebelum kami sampai ke desa tersebut pada sore menjelang malam hari. Sebelumnya kami menuju Pantai Soka - Tabanan dahulu untuk menikmati matahari terbenam di sore pertama tahun 2005. Pengalaman yang sangat sulit untuk dilupakan!

Kami sempat bercengkerama malam hari di rumah salah seorang "Pamannya" Gobind yang begitu bagus. Sebuah rumah kecil dengan halaman yang sangat luas dan tertata rapih. Kami yakin seandainya siang hari taman itu akan terlihat sangat apik, karena malam hari pun taman itu terlihat indah dengan beberapa pelita kecil di sudut-sudutnya. Setelah cukup bertemu dengan "Paman", kami pun meminta diri untuk menuju tempat bermalam kami selanjutnya.

Malam ini kami akan bermalam di sebuah kompleks Bungalow dan Spa milik Pak Dewa yang berada di daerah Tabanan juga. Kami membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk sampai di tempat Pak Dewa dari rumah "Pamannya" Gobind. Saat kami sampai, ternyata Pak Dewa sudah menunggu kami, karena kami berjanji dengan beliau untuk datang sejak kami masih berada di Toyabunka. Sambutan ramah kami dapatkan dari beliau. Beliau mempersilahkan kami untuk membersihkan badan dan beristirahat sejenak sebelum memenuhi undangan beliau untuk ke tempat tinggalnya yang berada di seberang kompleks Bungalow.

Pak Dewa adalah seorang Sound Healer. Malam ini rencananya kami akan di healing oleh beliau dengan menggunakan instrumen-instrumen suara yang beliau miliki. Mulai dari tabung kristal, trumpet suku Indian, bel kecil, sampai nyanyian energi sudah beliau siapkan dalam sebuah ruangan yang apik. Healing ini tidak beliau berikan pada semua tamu hotelnya, hanya khusus untuk kenalan dan kerabat dekat saja. Kami beruntung bahwa kami diberikan kesempatan merasakan walau baru pertama kali bertemu.

Saya tidak tahu apa yang terjadi dalam proses healing tersebut. Setelah kami berbaring di hadapan beliau dan mulai menghasilkan bunyi-bunyian dari instrumen tersebut, saya mulai merasa melayang dan damai. Tenang, rileks, damai, semua berkumpul jadi satu hingga sampai satu waktu saya disadarkan oleh "beliau" untuk mendarat kembali. Menurut beliau, kami semua tertidur tetapi kami tidak merasa tidur. Saya merasa damai setelah menjalani healing tersebut. Kamipun sempat berdiskusi tentang sound healing hingga sampai waktu kami harus meminta diri untuk beristirahat.

Jam 6 pagi setelah kami bangun, kami kembali ke rumah Pak Dewa untuk melakukan Capacitar. Kali ini Gobind gantian memberikan healing pada Pak Dewa dan kami. Kami berempatpun sibuk berdiskusi setelah kegiatan Capacitar tersebut selesai. Gantian Pak Dewa yang bertanya pada Gobind tentang Capacitar. Terlihat Gobind dan Pak Dewa seperti tukar-menukar ilmu.

Selesai bersih-bersih, kami ditunggu Pak Dewa untuk sarapan di restoran beliau yang bernuansa kayu. Alami! Sambil mengobrol, kami menikmati embun yang masih ada walau hari sudah hampir jam 8 dan memandang Gunung Watukaru di kejauhan. Pak Dewa mengajak kami untuk mengunjungi kebun jatinya yang tidak jauh dari penginapan. 10 menit perjalanan kami tempuh menggunakan mobil Pak Dewa.

Kebun jati tersebut terletak pada sebuah tempat dimana tebing berada pada satu sisinya dan jurang/lembah berada sisi lainnya. Kami bisa melihat gunung dari sisi jurang, dan garis pantai Pulau Bali dari sisi tebing. Kebun jati tersebut cukup luas dan dipenuhi oleh pohon-pohon jati muda. Tidak lama kami berada di sana, kami diajak mengunjungi pantai lain yang ada di Tabanan. Pantai ini begitu unik, karena untuk mencapai tepinya, kita harus turun dan melalui sebuah gua karang sepanjang 200 meter dahulu. Tidak banyak yang tahu lokasi ini, hanya penduduk sekitar saja. Ini adalah keberuntungan kami berikutnya.

Kembali ke penginapan, kamipun bersiap-siap untuk kembali berangkat. Setelah mengucapkan terimakasih dan salam pada Pak Dewa, kami segera kembali menuju Denpasar. Hari ini saya harus kembali melakukan perjalanan pulang seperti saya datang. Pesawat yang akan membawa saya kembali ke Jakarta akan lepas landas besok dari Bandara Juanda, sehingga semalam-malamnya saya sudah harus meninggalkan Bali agar bisa tiba di Surabaya keesokan harinya.

Sebelum Gobind dan Dessy menurunkan saya di terminal Ubung, kami masih sempat mengunjungi Made Sepel seorang teman kami di daerah Belimbing - Tabanan. Sebenarnya jika waktu saya tidak terbatas, kami akan meneruskan perjalanan menuju Pantai Lovina yang searah dengan Belimbing. Di Pantai Lovina kita bisa bermain di laut bersama dengan lumba-lumba. Sayang saya tidak bisa lebih lama... Gobind dan Dessy harus mendrop saya dahulu sebelum meneruskan perjalanan ke Pantai Lovina tanpa saya.

Sore hari saya melintasi kembali daerah Kuta sebelum menuju terminal Ubung Denpasar. Lembayung Bali menyapa saya ketika kami berjalan di sepanjang tepian pantai mengendarai mobil. Saya mendadak menjadi sentimentil dan merasa sedih meninggalkan Pulau ini dan kenangan-kenangan yang sudah saya dapat. Sungguh beruntung saya dapat menikmati itu semua.

Jam 7 malam, bis yang akan membawa saya ke Surabaya bergerak meninggalkan terminal Ubung. Selamat tinggal Denpasar, selamat tinggal Bali... Pulaumu begitu indah... Terimakasih telah menjamu saya dengan keramahan dan kehangatanmu!